Hukum Aqiqah Setelah Dewasa/Berkeluarga
Pada dasarnya aqiqah disyariatkan untuk
dilaksanakan pada hari ketujuh dari kelahiran. Jika tidak bisa, maka
pada hari keempat belas. Dan jika tidak bisa pula, maka pada hari kedua
puluh satu. Selain itu, pelaksanaan aqiqah menjadi beban ayah.
Namun demikian, jika ternyata ketika
kecil ia belum diaqiqahi, ia bisa melakukan aqiqah sendiri di saat
dewasa. Satu ketika al-Maimuni bertanya kepada Imam Ahmad, “ada orang
yang belum diaqiqahi apakah ketika besar ia boleh mengaqiqahi dirinya
sendiri?” Imam Ahmad menjawab, “Menurutku, jika ia belum diaqiqahi
ketika kecil, maka lebih baik melakukannya sendiri saat dewasa. Aku
tidak menganggapnya makruh”.
Para pengikut Imam Syafi’i juga
berpendapat demikian. Menurut mereka, anak-anak yang sudah dewasa yang
belum diaqiqahi oleh orang tuanya, dianjurkan baginya untuk melakukan
aqiqah sendiri.
Jumlah Hewan
Jumlah hewan aqiqah minimal adalah satu
ekor baik untuk laki-laki atau pun untuk perempuan, sebagaimana
perkataan Ibnu Abbas ra: “Sesungguh-nya Nabi SAW mengaqiqahi Hasan dan
Husain satu domba satu domba.” (Hadits shahih riwayat Abu Dawud dan Ibnu
Al Jarud)
Namun yang lebih utama adalah 2 ekor untuk anak laki-laki dan 1 ekor untuk anak perempuan berdasarkan hadits-hadits berikut ini:
Ummu Kurz Al Ka’biyyah berkata, yang
artinya: “Nabi SAW memerintahkan agar dsembelihkan aqiqah dari anak
laki-laki dua ekor domba dan dari anak perempuan satu ekor.” (Hadits
sanadnya shahih riwayat Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan)
Dari Aisyah ra berkata, yang artinya:
“Nabi SAW memerintahkan mereka agar disembelihkan aqiqah dari anak
laki-laki dua ekor domba yang sepadan dan dari anak perempuan satu
ekor.” (Shahih riwayat At Tirmidzi)
Hal-hal yang disyariatkan sehubungan dengan ‘aqiqah
Mengenai Anak Tentang Aqiqah
1. Disunnatkan untuk memberi nama dan
mencukur rambut (menggundul) pada hari ke-7 sejak hari iahirnya.
Misalnya lahir pada hari Ahad, ‘aqiqahnya jatuh pada hari Sabtu.
2. Bagi anak laki-laki disunnatkan ber’aqiqah dengan 2 ekor kambing sedang bagi anak perempuan 1 ekor.
3. ‘Aqiqah ini terutama dibebankan kepada
orang tua si anak, tetapi boleh juga dilakukan oleh keluarga yang lain
(kakek dan sebagainya).
4. Aqiqah ini hukumnya sunnah.
Daging Aqiqah Lebih Baik Mentah Atau Dimasak
Dianjurkan agar dagingnya diberikan dalam
kondisi sudah dimasak. Hadits Aisyah ra., “Sunnahnya dua ekor kambing
untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan. Ia
dimasak tanpa mematahkan tulangnya. Lalu dimakan (oleh keluarganya), dan
disedekahkan pada hari ketujuh”. (HR al-Bayhaqi)
Daging aqiqah diberikan kepada tetangga
dan fakir miskin juga bisa diberikan kepada orang non-muslim. Apalagi
jika hal itu dimaksudkan untuk menarik simpatinya dan dalam rangka
dakwah. Dalilnya adalah firman Allah, “Mereka memberi makan orang
miskin, anak yatim, dan tawanan, dengan perasaan senang”. (QS. Al-Insan :
8). Menurut Ibn Qudâmah, tawanan pada saat itu adalah orang-orang
kafir. Namun demikian, keluarga juga boleh memakan sebagiannya.
Yang berhubungan dengan binatang sembelihan
1. Dalam masalah ‘aqiqah, binatang yang
boleh dipergunakan sebagai sembelihan hanyalah kambing, tanpa memandang
apakah jantan atau betina, sebagaimana riwayat di bawah ini:
Dari Ummu Kurz AI-Ka’biyah, bahwasanya ia
pernah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang ‘aqiqah. Maka sabda
beliau SAW, “Ya, untuk anak laki-laki dua ekor kambing dan untuk anak
perempuan satu ekor kambing. Tidak menyusahkanmu baik kambing itu jantan
maupun betina”. [HR. Ahmad dan Tirmidzi, dan Tirmidzi menshahihkannya,
dalam Nailul Authar 5 : 149]
Dan kami belum mendapatkan dalil yang lain yang menunjukkan adanya binatang selain kambing yang dipergunakan sebagai ‘aqiqah.
2. Waktu yang dituntunkan oleh Nabi SAW
berdasarkan dalil yang shahih ialah pada hari ke-7 semenjak kelahiran
anak tersebut. [Lihat dalil riwayat 'Aisyah dan Samurah di atas]
Pembagian daging Aqiqah
Adapun dagingnya maka dia (orang tua
anak) bisa memakannya, menghadiahkan sebagian dagingnya, dan
mensedekahkan sebagian lagi. Syaikh Utsaimin berkata: Dan tidak apa-apa
dia mensedekahkan darinya dan mengumpulkan kerabat dan tetangga untuk
menyantap makanan daging aqiqah yang sudah matang. Syaikh Jibrin
berkata: Sunnahnya dia memakan sepertiganya, menghadiahkan sepertiganya
kepada sahabat-sahabatnya, dan mensedekahkan sepertiga lagi kepada kaum
muslimin, dan boleh mengundang teman-teman dan kerabat untuk
menyantapnya, atau boleh juga dia mensedekahkan semuanya. Syaikh Ibnu
Bazz berkata: Dan engkau bebas memilih antara mensedekahkan seluruhnya
atau sebagiannya dan memasaknya kemudian mengundang orang yang engkau
lihat pantas diundang dari kalangan kerabat, tetangga, teman-teman
seiman dan sebagian orang faqir untuk menyantapnya, dan hal serupa
dikatakan oleh Ulama-ulama yang terhimpun di dalam Al lajnah Ad Daimah.
Pemberian Nama Anak
Tidak diragukan lagi bahwa ada kaitan
antara arti sebuah nama dengan yang diberi nama. Hal tersebut ditunjukan
dengan adanya sejumlah nash syari yang menyatakan hal tersebut.
Dari Abu Hurairoh Ra, Nabi SAW bersabda:
“Kemudian Aslam semoga Allah menyelamatkannya dan Ghifar semoga Allah
mengampuninya”. (HR. Bukhori 3323, 3324 dan Muslim 617)
Ibnu Al-Qoyyim berkata: “Barangsiapa yang
memperhatikan sunah, ia akan mendapatkan bahwa makna-makna yang
terkandung dalam nama berkaitan dengannya sehingga seolah-olah
makna-makna tersebut diambil darinya dan seolah-olah nama-nama tersebut
diambil dari makna-maknanya”. Dan jika anda ingin mengetahui pengaruh
nama-nama terhadap yang diberi nama (Al-musamma) maka perhatikanlah
hadits di bawah ini:
Dari Said bin Musayyib dari bapaknya dari
kakeknya Ra, ia berkata: Aku datang kepada Nabi SAW, beliau pun
bertanya: “Siapa namamu?” Aku jawab: “Hazin” Nabi berkata: “Namamu Sahl”
Hazn berkata: “Aku tidak akan merobah nama pemberian bapakku” Ibnu
Al-Musayyib berkata: “Orang tersebut senantiasa bersikap keras terhadap
kami setelahnya”. (HR. Bukhori) (At-Thiflu Wa Ahkamuhu/Ahmad Al-’Isawiy
hal 65)
Oleh karena itu, pemberian nama yang baik
untuk anak-anak menjadi salah satu kewajiban orang tua. Di antara
nama-nama yang baik yang layak diberikan adalah nama nabi penghulu jaman
yaitu Muhammad. Sebagaimana sabda beliau : Dari Jabir Ra dari Nabi SAW
beliau bersabda: “Namailah dengan namaku dan janganlah engkau
menggunakan kunyahku”. (HR. Bukhori 2014 dan Muslim 2133)
Mencukur Rambut
Mencukur rambut adalah anjuran Nabi yang sangat baik untuk dilaksanakan ketika anak yang baru lahir pada hari ketujuh.
Dalam hadits Samirah disebutkan bahwa
Rasulullah saw. Bersabda, “Setiap anak terikat dengan aqiqahnya. Pada
hari ketujuh disembelihkan hewan untuknya, diberi nama, dan dicukur”.
(HR. at-Tirmidzi).
Dalam kitab al-Muwaththâ` Imam Malik
meriwayatkan bahwa Fatimah menimbang berat rambut Hasan dan Husein lalu
beliau menyedekahkan perak seberat rambut tersebut.
Tidak ada ketentuan apakah harus digundul
atau tidak. Tetapi yang jelas pencukuran tersebut harus dilakukan
dengan rata; tidak boleh hanya mencukur sebagian kepala dan sebagian
yang lain dibiarkan. Tentu saja semakin banyak rambut yang dicukur dan
ditimbang semakin -insya Allah- semakin besar pula sedekahnya.
Doa Menyembelih Hewan Aqiqah
Bismillah, Allahumma taqobbal min muhammadin, wa aali muhammadin, wa min ummati muhammadin.
Artinya : Dengan nama Allah, ya Allah
terimalah (kurban) dari Muhammad dan keluarga Muhammad serta dari ummat
Muhammad.” (HR Ahmad, Muslim, Abu Dawud)
Doa untuk bayi baru dilahirkan
Innii u’iidzuka bikalimaatillaahit taammati min kulli syaythaanin wa haammatin wamin kulli ‘aynin laammatin
Artinya : Aku berlindung untuk anak ini
dengan kalimat Allah Yang Sempurna dari segala gangguan syaitan dan
gangguan binatang serta gangguan sorotan mata yang dapat membawa akibat
buruk bagi apa yang dilihatnya. (HR. Bukhari)
Hikmah Aqiqah
Aqiqah Menurut Syaikh Abdullah nashih
Ulwan dalam kitab Tarbiyatul Aulad Fil Islam sebagaimana dilansir di
sebuah situs memiliki beberapa hikmah diantaranya :
1. Menghidupkan sunnah Nabi Muhammad SAW
dalam meneladani Nabiyyullah Ibrahim AS tatkala Allah SWT menebus putra
Ibrahim yang tercinta Ismail AS.
2. Dalam aqiqah ini mengandung unsur
perlindungan dari syaitan yang dapat mengganggu anak yang terlahir itu,
dan ini sesuai dengan makna hadits, yang artinya: “Setiap anak itu
tergadai dengan aqiqahnya.” [3]. Sehingga Anak yang telah ditunaikan
aqiqahnya insya Allah lebih terlindung dari gangguan syaithan yang
sering mengganggu anak-anak. Hal inilah yang dimaksud oleh Al Imam Ibunu
Al Qayyim Al Jauziyah “bahwa lepasnya dia dari syaithan tergadai oleh
aqiqahnya”.
3. Aqiqah merupakan tebusan hutang anak
untuk memberikan syafaat bagi kedua orang tuanya kelak pada hari
perhitungan. Sebagaimana Imam Ahmad mengatakan: “Dia tergadai dari
memberikan Syafaat bagi kedua orang tuanya (dengan aqiqahnya)”.
4. Merupakan bentuk taqarrub (pendekatan
diri) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sekaligus sebagai wujud rasa
syukur atas karunia yang dianugerahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan
lahirnya sang anak.
5. Aqiqah sebagai sarana menampakkan rasa
gembira dalam melaksanakan syari’at Islam & bertambahnya keturunan
mukmin yang akan memperbanyak umat Rasulullah SAW pada hari kiamat.
6. Aqiqah memperkuat ukhuwah (persaudaraan) diantara masyarakat.
Dan masih banyak lagi hikmah yang terkandung dalam pelaksanaan Syariat Aqiqah ini.
Sumber Rujukan
* Subulussalam (4/189, 4/190, 4/194)
* Al Asilah Wal Ajwibah Al Fiqhiyyah (3/33-35, 3/39-40)
* Mukhtashar Al Fiqhil Islamiyy 600
* Tuhfatul Wadud Fi Ahkamil Maulud, Ibnu Al Qayyim 46-47
* Al Muntaqaa 5/195-196
* Mulakhkhash Al Fiqhil Islamiy 1/318
* Fatawa Islamiyyah 2/324-327; Irwaul Ghalil (4/389, 4/405)
* Minhajul Muslim, Abu Bakar Al Jazairiy 437